Sunday, 26 April 2015

Makalah Filsasat Umum Silogisme

BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG MASALAH
Manusia dalam kehidupan sehari-hari dan disegala aktivitasnya tidak pernah lepas dari proses berfikir di mana di dalamnya ada proses berfikir secara logis. Dalam berfikir/bernalar manusia selalu mengeksplisitkan apa yang mereka pikirkan dalam bentuk pernyataan-pernyataan atau bahasa yang juga dapat disebut dengan Logika. Ilmu Logika ini mempelajari mengenai kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Berpikir secara logis adalah berpikir secara rasional atau masuk akal yang dinyatakan dalam pernyataan-pernyataan tertentu dan diwujudkan kedalam suatu tindakan.
Hal yang sangat penting juga adalah belajar membuat deduksi yang berani dengan salah satu cara untuk melahirkannya adalah silogisme. Hal ini diperlukan karena mengajarkan kita untuk dapat melihat konsekwensi dari sesuatu pendirian atau pernyataan yang apabila ditelaah lebih lanjut, kebenaran  pendirian atau pernyataan itu tadi.
Mungkin hal itu bisa terjadi karena tidak mau menghargai kebenaran dari sesuatu tradisi atau tidak dapat menilai kegunaannya yang besar dari sesuatu yang berasal dari masa lampau, ada juga sebagian orang yang mengatakan atau menganggap percuma mempelajari seluk beluk silogisme. Tetapi mungkin juga anggapan itu didasarkan pada kenyataan bahwa biasanya dalam proses penulisan atau pemikiran hanya sedikit orang yang dapat mengungkapkan pikirannya dalam bentuk silogisme.

B. RUMUSAN MASALAH
            Apakah silogisme persamaan dan perbedaan dengan dialektika?

C. TUJUAN
1.   Penulisan makalah silogisme ini betujuan agar dapat mengetahui Pengertian silogisme, bagian-bagian silogisme, hukum silogisme dan bentuk-bentuk silogisme.
2.   Dengan adanya makalah ini diharapkan menjadi masukan dan tambahan
ilmu pengetahuan kepada para pembaca khususnya dan rekan-rekan
serta pada generasi penerus bangsa ini.

BAB II
PEMBAHASAN

A.  PENGERTIAN SILOGISME
Dilihat dari bentuknya silogisme adalah contoh yang paling tegas dalam cara berpikir deduktif yakni mengambil kesimpulan khusus dari kesimpulan umum. Silogisme merupakan suatu pengambilan kesimpulan dari dua macam keputusan (yang mengandung unsur yang sama dan salah satunya harus universal) suatu keputusan yang ketiga yang kebenarannya sama dengan dua keputusan yang mendahuluinya. Dengan kata lain silogisme adalah merupakan pola berpikir yang di susun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Contoh:
Keputusan 1             Semua makhluk mempuyai mata,
Keputusan 2             Reni adalah seorang mahluk
Kesimpulan              Jadi Reni mempuyai mata.

Pada contoh diatas kita melihat adanya persamaan antara keputusan pertama dengan keputusan kedua yakni sama-sama mahkluk dan salah satu dari keduanya universal (Keputusan pertama) oleh karena itu nilai kebenaran dari keputusan ketiga sama dengan nilai kebenaran dua keputusan sebelumnya. Kesimpulan yang diambil bahwa Si Reni mempuyai mata adalah sah menurut penalaran deduktif, sebab kesimpulan ini ditarik secara logis dari dua premis yang mendukungnya. Pertanyaan apakah kesimpulan itu benar maka hal ini harus di kembalikan kepada kebenaran premis yang mendahuluinya. Sekiranya kedua premis yang mendukungnya adalah benar maka dapat dipastikan bahwa kesimpulan yang ditariknya juga adalah benar.
Dengan demikian maka ketetapan penarikan kesimpulan tergantung dari tiga hal yakni kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor dan keabsahan pengambilan kesimpulan. Dan ketika salah satu dari ketiga unsur tersebut persyaratannya tidak di penuhi maka kesimpulan yang ditariknya akan salah. Matematika adalah pengetahuan yang disusun secara deduktif, Argumentasi matematik seperti: a sama dengan b dan bila b sama dengan c maka a sama dengan c hal ini merupakan penalaran deduktif, Kesimpulan yang berupa pengetahuan baru bahwa a sama dengan c pada hakekatnya bukan merupakan pengetahuan baru dalam arti yang sebenarnya, melainkan sekedar konsekwensi dari dua pengetahuan yang sudah kita ketahui sebelumnya, yakni bahwa a sama dengan b dan b sama dengan c.
                                    
B. BAGIAN-BAGIAN SILOGISME
  1. Bagian pertama adalah keputusan pertama, yang biasanya disebut premis mayor. Premis mempuyai arti kalimat yang di jadikan dasar penarikan kesimpulan, ada juga yang mengatakan premis adalah kata-kata atau tulisan sebagai pendahulu untuk menarik suatu kesimpulan atau dapat juga diartikan sebagai pangkal pikiran. Mayor artinya besar. Primis mayor artinya pangkal pikir yang mengandung term mayor dari silogisme itu, dimana nantinya akan muncul menjadi predikat dalam konklusi (kesimpulan)
  1. Bagian kedua adalah keputusan kedua, yang umumnya di sebut dengan premis minor. Premis minor artinya pangkal pikiran yang mengandung term minor (Kecil) dari silogisme itu, dimana nantinya akan muncul menjadi subjek dalam konklusi.
  1. Bagian ketiga adalah keputusan ketiga yang disebut konklusi atau kesimpulan, adalah merupakan keputusan baru (dari dua keputusan sebelumnya) yang mengatakan bahwa apa yang benar dalam mayor, juga benar dalam term minor.
Bila dirumuskan secara matematis sebagai berikut:
a.       Keputusan 1: (M=P)  
Semua manusia bernapas dengan paru-paru   (Premis Mayor)
b.      Keputusan 2: (S=M)  
Mahasiswa adalah manusia                             (Premis Minor)           
c.       Keputusan 3: (S=P)    
Mahasiswa bernapas dengan paru-paru          (Kesimpulan)


C.  HUKUM SILOGISME
Hukum silogisme ada delapan yaitu empat yang mengenai proposisi dan empat yang mengenai term.
1.    Setiap silogisme harus terdiri dari tiga keputusan.
2.    Salah satu dari premisnya harus positif. Sebab dari dua premis yang negatif tidak dapat ditarik konklusi. Jika dua premisnya positif maka konklusinya harus positif, sebab konklusi mengikuti premisnya. Jika salah satu dari premisnya negatif maka konklusinya harus negatif.
3.    Jika salah satu dari premisnya partikular maka konklusinya harus partikular. Tetapi jika dua premisnya universal maka belum tentu konklusinya universal.
4.    Jika premis mayornya partikular dan premis minornya negatif maka tidak dapat ditarik konklusi.
5.    Setiap silogisme harus terdiri dari tiga term, term minor dan term menengah, term bukan perkataan tetapi pengertian.
6.    Term medium boleh muncul dalam konklusi karena term medium hanya merupakan perantara saja atau tempat perbandingan dari term minor dan term mayor.
7.    Term medium harus distributed pada salah satu premisnya agar tidak terjadi empat term. (misal: Semua Rusa dapat berlari, semua Rusa adalah term distributed karena mencakup semua Rusa. Dapat berlari adalah term undiostributed karena yang dapat berlari bukan hanya rusa).
8.    Term yang distributed pada konklusi harus distributed pada premis yang terdahulu. Term-term dalam konklusi harus lebih kecil extensinya dari term-term dalam premis.

D.  BENTUK SILOGISME

Silogisme dibedakan menurut bentuknya, berdasarkan pada kedudukan term tengah (M) di dalam proposisi. Terdapat empat bentuk silogisme, yaitu:  
1. Bentuk I
Term tengah (M) berkedudukan sebagai subyek di dalam premis mayor, dan berkedudukan sebagai predikat dalam premis minor.
Maka bentuknya adalah :
M=P  
S=M
S=P

S : Term Mayor Misal                : Kantor Pajak
P : Term Minor Misal                : Pelayan Publik
M : Term Tengah Misal             : birokrasi
Contoh:
Premis Mayor (M=P)     : Semua birokrasi adalah pelayan publik
Premis Minor (S=M)      : Kantor pajak adalah birokrasi
Silogisme (S=P)             : Kantor pajak adalah pelayan publik

2. Bentuk II :
Term tengah (M) berkedudukan sebagai predikat baik, di dalam premis mayor maupun di dalam premis minor.
Maka bentuknya adalah:
P=M  
S=M
S=P

Contoh:
Premis Mayor (P=M)     : Semua pelayan public adalah aparatur birokrat
Premis Minor (S=M)      : Zahra adalah aparatur birokrat
Silogisme (S=P)             : Zahra adalah pelayan publik

3. Bentuk III :
Term tengah (M) berkedudukan sebagai subyek, baik di dalam premis mayor maupun di dalam premis minor.
Maka bentuknya adalah :
M=S  
M=P
S=P
Contoh:
Premis Mayor (M=S)     : Pembuat kebijakan adalah administrator publik
Premis Minor (M=P)      : Pembuat kebijakan adalah pelayan publik
Silogisme (S=P)             : Administrator public adalah pelayan publik

4. Bentuk IV :
Term tengah (M) berkedudukan sebagai predikat di dalam premis mayor, dan berkedudukan sebagai subyek dalam premis minor.
Maka bentuknya adalah :
S=M  
M=P
S=P
Contoh:
Premis Mayor (S=M)     : semua koruptor adalah orang tidak beretika.
Premis Minor (M=P)      : orang yang tidak beretika adalah pelaku kejahatan  publik
Silogisme (S=P)             : semua koruptor adalah pelaku kejahatan publik

            Dari masing-masing bentuk ini jika diterapkan dengan perubahan kualitas dan kuantitas dari premis-premisnya akan timbul 16 macam kemungkinan bentuk silogisme baru. Sehingga bentuk silogisme ada 4x16 = 64 macam. Namun bentuk silogisme yang benar harus sesuai dengan hukum silogisme sebagai mana diterangkan di muka. Dari 64 bentuk silogisme yang mungkin timbul hanya 19 macam yang ternyata sesuai dengan syarat-syarat (hukum silogisme) yang dikehendaki oleh silogisme, yaitu sebagai berikut:

Bentuk 1    
a.       M(a)P              Semua M adalah P
                   S(a)M              Semua S adalah M
                   S(a)P               Semua S adalah P
b.      M(e)P              Tak satupun M adalah P
S(a)M              Semua S adalah M
S(e)P               Tak satupun S adalah P
c.      M(a)P              Semua M adalah P
S(i)M               Sebagian S adalah M
S(i)P                Sebagian S adalah P
d.     M(e)P              Tak satupun M adalah P
S(i)M               Sebagian S adalah M
S(o)P               Sebagian S bukanlah P
     Bentuk 2
a.    P(e)M              Tak satupun P adalah M
S(a)M              Semua S adalah M
S(e)P                Tak satupun S adalah P
b.    P(e)M              Tak satupun P adalah M
     S(i)M               Sebagian S adalah M
     S(o)P               Sebagian S bukanlah P
c.    P(a)M              Semua P adalah M
S(e)M              Tak satupun S adalah M
S(e)P                Tak satupun S adalah P
d.   P(a)M              Semua P adalah M
     S(o)M              Sebagian S bukanlah M
     S(o)P               Sebagian S bukanlah P
Bentuk 3   
a.      M(a)P              Semua M adalah P
M(a)S              Semua M adalah S
S(i)P                Sebagian S adalah P
b.      M(e)P              Tak satupun M adalah P
M(a)S              Semua M adalah S
S(o)P               Tak satupun S adalah P
c.      M(a)P              Semua M adalah P
M(i)S               Sebagian M adalah S
S(i)P                Sebagian S adalah P
d.     M(i)P               Sebagian M adalah P
M(a)S              Semua M adalah S
S(o)P               Sebagian S bukanlah P
e.      M(e)P              Tak satupun M adalah P
M(i)S               Sebagian M adalah S
S(o)P               Sebagian S bukanlah P
Bentuk 4
a.    P(a)M              Semua P adalah M
                        M(a)S              Semua M adalah S
                        S(i)P                Sebagian S adalah P
b.    P(i)M               Sebagian P adalah M
                                    M(a)S              Semua M adalah S
                                    S(i)P                Sebagian S adalah P
c.    P(a)M              Semua P adalah M
     M(e)S              Tak satupun M adalah S
     S(e)P                Tak satupun S adalah P
d.   P(e)M              Tak satupun P adalah M
                        M(a)S              Semua M adalah S
                        S(o)P               Sebagian S bukanlah P
e.    P(e)M              Tak satupun P adalah M
     M(i)S               Sebagian M adalah S
     S(o)P               Sebagian S bukanlah P                       
    
                   



BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Silogisme adalah suatu cara untuk melahirkan deduksi. Silogisme mengajarkan pada kita merumuskan, menggolongkan pikiran sehingga kita dapat melihat hubungannya dengan mudah. Dengan demikian kita belajar berfikir tertib, jelas, tajam. Ini diperlukan karena mengajarkan kita untuk dapat melihat akibat dari suatu pendirian atau pernyataan yang telah kita lontarkan. Banyak orang merumuskan pendirian atau membuat pernyataan yang apabila ditelaah lebih lanjut, sebenarnya pendirian atau pernyataannya tadi kurang tepat atau kurang benar. Mungkin saja hal itu karena tidak mau menghargai kebenaran dari suatu tradisi atau tidak dapat menilai kegunaan yang besar dari sesuatu yang berasal dari masa lampau. Akan tetapi kita generasi penerus, proses pemikiran kita menurut kenyataannya mengikuti pola silogisme jauh lebih sering dari pada yang kita duga dan dari proses tersebut pemikiran kita lebih terbuka, tertib dan jelas.





DAFTAR PUSTAKA

Jalil, mat. Mantiq/Logika: Berfikir Logis. Lampung: CV. Citra Rafitama Production.
http://madib.blog.unair.ac.id, 25/10/2013, 14.05.
Mundiri, H. 1994. Logika. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.



0 komentar:

Post a Comment

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com