Thursday, 16 April 2015

SEJARAH DAN RUANG LINGKUP TASAWUF

PEMBAHASAN

A.Pengertian Tasawuf
Al-tasawuf atau Sufisme adalah salah satu cabang keilmuan dalam Islam, atau secara keilmuan merupakan hasil peradaban Islam yang lahir kemudian setelah Rasulullah SAW wafat. Kata sufisme dalam literatur Barat khusus dipakai untuk  mistisme Islam (Islamic mysticism) atau mistik yang tumbuh dalam Islam.
Secara etimologis, kata ini berasal dari bahasa Arab, tashawwafa. Namun para ulama berbeda pendapat tentang asal usulnya. Ada yang mengatakan dari kata “Shuf” (Bulu Domba), “Shaff” (Barisan), “Shafy/Shafa” (Jernih) dan dari kata “Shuffah” (Salah satu sudut yang ada di masjid Nabawi yang ditempati oleh sahabat nabi yang ikut solat berhijrah dari Makkah ke Madinah).
Secara terminologispun banyak dijumpai perbedaannya. Syakh Yusuf al-Rifa’i menjelaskan bahwa definisinya mencapai lebih kurangnya dua ribu dan yang paling sederhana definisi tasawuf yang dibuat oleh Ibnu Ajibah yaitu, “Kesungguhan Tawajuh (Ibadah) kepada Allah dengan melaksanakan amalan yang diridhoi dan yang diingininya”.
Menurut Al-Junaidi “Tasawuf ialah membersihkan hati dari yang mengganggu perasaan, berjuang menanggalkan pengaruh insting, memadamkan kelemahan, menjauhi seruan hawa nafsu, mendekati sifat-sifat suci kerohanian, bergantung pada ilmu-ilmu hajijat, memakai barang yang penting dan lebih kekal, menaburkan nasihat kepada semua manusia, memegang teguh janji dengan Allah dalam hal hakikat, serta mengikuti contoh Rasulullah dalam hal syari’at.
Dr. Abu Al-Wafa’ Al-Ghanimi At-Taftazani menulis: Tentang asal usul kata sufi itu sendiri terdapat beberapa pendapat yang berbeda. Di antaranya ada yang mengangggap bahwa secara lahiriah sebutan tersebut hanya semacam gelar, sebab dalam behasa Arab, tidak terdapat akar katanya. Menurut Dr. Zaky Mubarok bahwa kata tasawuf tidak dapat dipastikan dari mana asalnya.
B.  Sejarah Tasawuf
1.      Periode Tasawuf
Untuk melihat masa dan tokoh-tokoh yang mengembangkan tasawuf, berikut akan dikemukakan secara ringkas sejarah perkembangan tasawuf dimulai dari abad pertama hijriah.
a.      Abad Pertama dan Kedua Hijriyah
Pada periode ini, tasawuf telah kelihatan dalam bentuknya yang awal. Ada sejumlah orang yang tidak menaruh perhatian kepada kehidupan materi seperti makan, pakaian dan tempat tinggal. Mereka lebih berkonsentrasi pada kehidupan ibadah untuk mendapat kehidupan yang lebih abadi yaitu akhirat. Jadi pada periode ini, tasawuf masih dalam bentuk kehidupan asketis (zuhud).
Diantara tokoh-tokoh terkemuka pada periode ini adalah: Dari kalangan sahabat, di antaranya: Salman Al-Farisi, Abu Dzarr Al-Ghifari, Ammar bin Yasir, Hudzaifah bin Al-Yaman dan lain-lain. Dari kalangan tabi’in, di antaranya: Hasab Al-Bashri, Malik bin Dinar, Ibrahim bin Adham, Rabi’ah Al-Adawiyah dan lain-lain.
b.      Abad Ketiga dan Keempat Hijriyah
Pada abad ketiga dan keempat hijriyah para sufi mulai memperhatikan sisi-sisi teoritis psikologis dalam rangka perbaikan tingkah laku sehingga tasawuf telah menjadi sebuah ilmu keagamaan.
Pada periode ini, tasawuf mulai berkembang di mana para sufi telah menaruh perhatian setidaknya kepada tiga hal yaitu:
a.     Jiwa, yaitu tasawuf yang berisi cara pengobatan jiwa, pengonsentrasian jiwa manusia kepada Tuhan, sehingga ketegangan-ketegangan kejiwaan dapat terobati.
b.    Akhlak, yaitu tasawuf yang berisi teori-teori akhlak, tentang bagaimana cara untuk berakhlak mulia dan menghindari akhlak yang buruk.
c.     Metafisika, yaitu tasawuf yang berisi teori-teori ketunggalan hakikat Ilahi atau kemutlakan Tuhan.
Di antara tokoh-tokoh abad ini adalah: Ma’ruf al-Karkhi, Surri al-Saqti, Abu Sulaiman Ad-Darani dan lain-lain.
Jadi pada periode ini telah terlihat adanya tasawuf dengan konsentrasi akhlak. Dengan teori-teori yang mudah dipahami, para ulama-ulama salaf merumuskan bagaimana menghindari akhlak-akhlak yang tercela (mazmumah) dan bagaimana pula membentuk akhlak-akhlak yang terpuji (mahmudah). Tasawuf seperti inilah yang disebut dengan tasawuf akhlaqi atau tasawuf salafi karena diamalkan oleh ulama-ulama salaf (terdahulu).
Pada abad ini sebagian tokoh-tokoh tasawuf seperti Al-Junaid dan Surri al-Saqti telah memberikan pengajaran kepada murid-murid dalam bentuk sebuah jemaah. Inilah untuk pertama kali dalam Islam terbentuk tarekat yang pada waktu itu semacam lembagapendidikan yang mengajarkan cara-cara kehidupan kesufian kepada orang-orang yang berkeinginan memasuki dunia tasawuf maupun kepada para murid.
c.       Abad Kelima Hijriyah
Pemikiran-pemikiran atau paham-paham “unik” atau bahkan ganjil yang dikemukakan oleh Abu Yazid dan Al-Hallaj, tentang “kesatuan” khaliq dengan makhluq, tasawuf yang diwarnai oleh pemikiran-pemikiran filsafat pengaruh Yunani yang kemudian disebut dengan  tasawuf falsafi, pertentangan antara tasawuf dengan fiqh, demikian pula dengan munculnya wali-wali Allah yang dianggap menempati kedudukan imam yang ghaib dalam pandangan syi’ah, telah menimbulkan perdebatan panjang dan “hiruk pikuk” tasawuf yang sebagian teori-teorinya telah dianggap menyimpang dari ajaran Al-Qur’an dan Al-Sunnah.
Pada periode ini, lahirlah seorang tokoh sufi besar, Al-Ghazali (450 H.- 505 H.) dengan tulisan-tulisan monumentalnya seperti Al-Munaiz min al-Dhalal, Tahafut al-Falasifah dan Ihya ‘Ulum al-Din. Al-Ghazali mengajukan kritik-kritik tajam terhadap pelbagai aliran filsafat dan kepercayaan kebatianan dan berupaya keras untuk meluruskan tasawuf dari teori-teori yang  “ganjil” tersebut serta mengembalikannya kpada ajaran atau bimbingan Al-Qur’an dan Al-Sunnah, menancapkan dasar-dasar yang kokoh bagi tasawuf. Tasawuf inilah kelak yang di beri nama tasawuf Sunni yang pada dasarnya menjadikan tasawuf lebih dekat dengan tasawuf akhlaqi dengan kecenderungan kepada kehidupan zuhud. 
d.      Abad Keenam dan Ketujuh Hijriyah
Pada periode ini muncul kembali tokoh-tokoh Suffi yang memadukan tasawuf dengan filsafat umum teori-teori yang tidak murni tasawuf dan tidak murni filsafat. Kata sauf ini kemudian dinamai dengan tasawuf falsafi. Diantara tokoh-tokoh terkemukanya adalah: As-Suhrawardi, Mahyudin Ibn ‘Arabi, ‘Umar ibn Al-Faridh, Ibn Sab’in, dan lain-lain.
Dalam aliran ini berkembang pantaisme yang mengarahkan tasawuf  kepada arah kebersatuan makhluk dengan Allah SWT. Dengan lahirnya aliran ini tasawuf terbagi dua, yaitu:
a)    Tasawuf  Sunni yaitu tasawuf  yang berwawasan moral atau akhlak yang didasarkan kepada Al-Qur’an dan Al-sunnah yang dikembangkan oleh Al-Ghazali pada abad kelima hijriyah.
b)   Tasawuf Falsafi yang menggabungkan tasawuf dengan filsafat dan unsur-unsur mistik lainnya.
e.       Abad Kedelapan Hijriyah dan Seterusnya
Pada abad ini, tasawuf telah mengalami kemunduran. Ini diantaranya, karena orang-orang yang berkecimpung dalam bidang tasawuf, kegiatannya sudah terbatas pada komentar-komentar atau meringkas buku-buku tasawuf terdahulu serta memfokuskan perhatian pada aspek-aspek prakter ritual yang lebih berbentuk formalitas sehingga semakin jauh dari subtansi tasawuf.
Pada periode ini hampir tidak terdengar lagi berkembangan pemikiran baru dalm tasawuf, meskipun banyak tokoh-tokoh Suffi yang mengemukakan pikiran-pikiran mereka tentang tasawuf. Di antaranya adalah Al-Khisani dan Abdul Karim Al-Jilli.
Di antara penyebab kemunduran mungkin adalah kebekuan pemikiran serta spiritualitas yang kering melanda dunia Islam semenjak masa-masa akhir periode Dinasty Ummayah.
2.      Latar Belakang Sosial Politik
Harus diakui bahwa setelah Rasulullah SAW wafat, benih-benih konflik politik sudah mulai kelihatan. Awal mulanya adalah perdebatan tentang siapa yang paling berhak menggantikan posisi Rasulullah. Sebagai Nabi dan Rasul, tentu kedudukan beliau tidak bisa digantikan, tetapi sebagai pemimpin politik posisi beliau harus diisi dan dicarikan penggantinya agar tidak terjadi kekosongan kepemimpinan. Raslullah pun sebelum wafatnya tidak pernah berpesan atau berwasiat tentang siapa yang harus menggantikannya memimpin umat Islam.
Di masa Usman bin Affan konflik-konflik politik mulai semakin mengeras dan meningkat intensitasnya yang berakhir hingga terbunuhnya Usman pada tahun 656 M. John. L. Esposito bahkan menganggap bahwa pembunuhan Usman itu merupakan langkah pertama bagi rangkaian pemberontakan kaum muslimin dan kemelut-kemelut keagamaan. Konflik-konflik politik sejak akhir masa khalifah Usman ini tentu saja berdampak terhadap kehidupan religius, sosial politik kaum muslimin. Konflik-konflik tersebut berlangsung terus hingga masa khalifah Ali bin Abi Thalib.
Sebagian sahabat Nabi yang merasa gawatnya situasi penuh konflik dan kericuhan politik ini, memilih netral terhadap masing-masing kelompok yang bermusuhan itu. Mungkin hal ini mereka lakukan untuk mencari selamat, menjauhi kericuhan itu, dan lebih menyukai kehidupan menyendiri. Karena itu mereka mengarah pada semacam asketisisme. “Diantara kelompok-kelompok yang mengisolasi diri adalah seperti Sa’ad ibn Malik, Sa’ad ibn Abi Waqash dan lain-lain”. Mereka inilah yang disebut-sebut sebagai kelompok yang mengisolasi diri dan menjadi cikal bakal kelompok yang mengisolasi diri setelah mereka.
Pada masa dinasti Bani Umayyah (kecuali masa Umar bin Abdul Azis) banyak terjadi kelaliman dan penindasan terhadap lawan-lawan politik mereka. Perubahan gaya yang dikembangkan olh lapisan atas yang berpusat di kerajaan Bani Umayyah yang mengutamakan gebyar keduniaan dan kemewahan hidup di dunia ini, ternyata besar pengaruhnya bagi kehidupan masyarakat kaum muslimin pada umumnya. Mereka kemudian mengkiblat pada gaya hidup istana dan ikut mengejar kemewahan duniawi.
Perubahan-perubahan ini tentu memicu reaksi sebaliknya. Timbul segolongan orang-orang Islam yang mengembangkan gaya hidup sebaliknya, yaitu lebih mengutamakan kehidupan akhirat dan rohani, muak dan menghina gaya hidup bagian besar kaum muslimin yang mulai mengejar dan memperebutkan gebyar keduniaan. Dalam hal ini mereka menyeru masyarakat padakehidupan yang asketis, sederhana, saleh dan tidak tenggelam dalam dorongan hawa nafsu.
C. Sumber Tasawuf
Di kalangan para orientalis Barat biasanya dijumpai pendapat yang mengatakan bahwa sumber yang membentuk tasawuf itu ada lima, yaitu unsur Islam, unsur Masehi (Agama Nasrani), unsur Yunani, unsur Hindu/Budha dan unsur Persia. Hal ini disebabkan karena mereka mengidentikkan ajaran Islam sebagaimana ajaran non Islam, yaitu ajaran yang dibangun dari hasil pemikiran logika yang dipengaruhi oleh situasi sosial.
Kelima unsur ini secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.    Unsur Islam
a.      Al-qur’an sebagai sumber pertama tasawuf
1.      Seruan Al-qur’an untuk bersikap zuhud
a)      Penjelasan Ayat-Ayat Zuhud
Salah satu ayat yang jelas dalalah-nya dan kuat argumentasinya dalam mengafirmasi hal ini adalah gambaran Allah mengenai dunia sebagai sesuatu yang cepat berubah dan sirna. Allah berfirman:
(#þqßJn=ôã$# $yJ¯Rr& äo4quysø9$# $u÷R9$# Ò=Ïès9 ×qølm;ur ×puZƒÎur 7äz$xÿs?ur öNä3oY÷t/ ֍èO%s3s?ur Îû ÉAºuqøBF{$# Ï»s9÷rF{$#ur ( È@sVyJx. B]øxî |=yfôãr& u$¤ÿä3ø9$# ¼çmè?$t7tR §NèO ßkÍku çm1uŽtIsù #vxÿóÁãB §NèO ãbqä3tƒ $VJ»sÜãm ( Îûur ÍotÅzFy$# Ò>#xtã ÓƒÏx© ×otÏÿøótBur z`ÏiB «!$# ×bºuqôÊÍur 4 $tBur äo4quysø9$# !$u÷R$!$# žwÎ) ßì»tFtB Írãäóø9$# ÇËÉÈ  
“ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan Para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu Lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadid (57) :20)

Jika memang dunia berstatus sebagaimana yang diilustrasikan Allah, tidak kekal abadi dan keindahannya bersikap semu belaka maka tidak seyogianya hati orang-orang mukmin terpikat dan menggemarinya hingga taraf rakus yang praktis melalaikan mereka atau memalingkan mereka dari berbagai macam amal ibadah dan ketaatan yang dapat mendekatkan diri mereka kepada Allah.

b)      Al-quran dan Kezuhudan Rasul
Al-qur’an menegaskan seruan zuhud dengan melarang Rasulullah SAW (dan tentu saja kaum mukmin) untuk melongok (dengan tatapan iri dan nanar) kemewahan hidup yang dinikmati orang-orang yang bergelimang kemewahan sebab pahala besar yang dijanjikan Allah SAW bagi orang-orang mukmin yang berzuhud jauh lebih baik dan kekal. Allah berfirman:

Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal. (QS. Thaha (20): 131)
c)      Bingkai Zuhud dalam Alquran
alquran telah menggariskan bingkai zuhud yang tidak boleh dilanggar oleh siapapun, meskipun sebaik apapun niatnya. Bingkai zuhud ala Alquran tersebut adalah tidak mengharamkan sesuatu yang dihalalkan Allah SWT atas nama zuhud. Allah berfirman:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#qãBÌhptéB ÏM»t6ÍhsÛ !$tB ¨@ymr& ª!$# öNä3s9 Ÿwur (#ÿrßtG÷ès? 4
            žcÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä tûïÏtF÷èßJø9$# ÇÑÐÈ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Ma’idah (5): 87)

d)     Kekuatan Zuhud yang Diserukan Alquran
perilaku zuhud yang diserukan Alquran dalam bingkai diatas, sesungguhnya merupakan sumber kekuatan bagi umat Islam secara spiritual maupun material dan bukan penyebab kelemahan jamaah Islam sema sekali jika dipahami sesuai dengan arahan-arahan Alquran itu sendiri. Ia juga bukan penghamabat kemajuan dan kebangkitan umat.
Fakta sejarah membuktikan bahwa kaum muslim generasi awal mampu menyebarkan Islam hingga sedemikian jaya berkat pemahaman ynag sahih terhadap zuhud yang memotivasi mereka untuk mengorbankan jiwa, raga dan harta mereka di jalan Allah SWT demi memilih pahala di sisi Allah SWT dari pada perhiasan dunia yang fana.

2.      Seruan Alquran untuk Beribadah
a)      Penjelasan Beberapa Ayat Ibadah
Allah SWT berfirman dalam surat adzariyat ayat 56:
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ  
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat (51): 56)
b)      Pemahaman yang Shahih Terhadap Ibadah
para ahli ibadah generasi awal, dimasa permulaaan Islam memahami ibadah yang dianjurkan Allah SWT dengan pemahaman yang sahih. Pemahaman yang benar terhadap ibadah ini terwujud dalam diri mereka berkat didikan Rasulullah SAW yang mengajarkan kepada mereka bahwa jihad di jalan Allah SWT adalah ibadah, bekerja mencari rejeki untuk menjaga kehormatan diri dan memenuhi kebutuhan pribadi serta keluarga juga merupakan ibadah yang menjadi media penghapusan dosa-dosa. Allah berfirman:
4nû$yftFs? öNßgç/qãZã_ Ç`tã ÆìÅ_$ŸÒyJø9$# tbqããôtƒ öNåk®5u $]ùöqyz $YèyJsÛur $£JÏBur
 öNßg»uZø%yu tbqà)ÏÿZムÇÊÏÈ  
Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa apa rezki yang Kami berikan.” (QS. As-Sajdah (32): 16)

b.      Kehidupan Rasulullah SAW Sebagai Sumber Kedua Tasawuf
1.      Kezuhudan Rasulullah dan Kesederhanaannya
tidak ada yang menunjukkan fakta ini dari ada deretan khobar tentang perilaku kehidupan beliau yang dimuat dalma sejumlah hadist shahih.
a.       Kezuhudan dan Kesederhanaan Beliau dalam Hal Makanan
Salah satunya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hazim dari Rasulullah bahwa beliau sangat bersahaja dalam makanan. Ia bercerita: aku melihat Abu Hurairah r.a memberi isarat dengan jarinya beberapa kali seraya berkata demi zat yang jiwa Abu Hurairah ada dalam genggaman tangannya, nabi Allah tidak pernah kenyang selama 3 hari berturut-turut dengan mengkonsumsi roti gandum sampai beliau meninggal dunia. (HR. Al-bughori).
b.      Kezuhudan dan Kesederhanaan Beliau dalam Berpakaian
Diriwayatkan dari Anas bahwa Rasullulah saw. Makan-makanan kasar, memakai pakaian kasar dan hanya sesekali mengenakan pakaian dari bulu domba. (HR. Al-hakim)

c.       Kezuhudan dan Kesederhanaan Alas Tidur Rasulullah SAW
Diriwayatkan dari Aisyah r.a ia berkata: sesungguhnya, alas tidur Rasullullah SAW berupa lembaran kulit berisikan rerumputan kering. (HR. Muslim)

c.       Kehidupan Sahabat dan Khulafa’urrasyidin sebagai Sumber Ketiga Tasawuf
Kehidupan sahabat secara umum dalam pandangan peneliti yang objektif merupakan sumber vital yang diacu kaum zuhud dan ahli ibadah generasi awal dalam membangun pilar-pilar kehidupan spiritual mereka. Rasullullah bersabda mengenai mereka: “Para sahabatku laksana bintang-bintang; siapapun diantara mereka yang kalian ikuti, kalian telah terbimbing.”
Diantara sahabat-sahabat nabi antara lain:
·         Abu Bakar Ash-Shidiq
Dengan segala kezuhudannya, ketakutannya kepada Allah, kebesaran harapnya kepada-Nya, kewara’annya yag luar biasa dalam menjauhi hal-hal yang lebih syubhat, dan pengakuannya akan kelemahan akal untuk mengetahui persoalan-persoalan gaib, Abu Bakar dapat dianggap sebagai salah satu imam panutan kaum sufi sejati.
·         Umar Bin Khatab
Dari kehidupan Umar terlihat jelas seberapa jauh hubungan antara ia dengan ujaran-ujaran yang keluar dari mulut kaum sufi sejati dan perilaku-perilaku pendekatan kepada Allah yang bersumber dari mereka.
·         Usman bin Affan
Tidak kalah dengan kedua pendahulunya, Usman bin Affan juga giat beribadah dengan berbagai cara yang ia mampu. Usman bin Affan berpandangan bahwa kebaikan seluruhnya tersimpul dalam empat perilaku mulia, yaitu:
1. Mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan-amalan sunah (nawafil).
2. Sabar menghadapi hukum-hukum dan ketentuan Allah SWT.
3. Ridha menerima takdir Allah SWT.
4. Malu dari pandangan Allah SWT.
·         Ali bin Abi Thalib
Di sini tampak adanya hubungan parallel antara kecenderungan Ali memilih pakaian bertambal dengan kegemaran sebagian sufi dimasa lalu dengan pakaian serupa.
Kezuhudan dan kesederhanaannya sebagaimana yang terlihat tidak lain merupakan media yang digunakannya untuk menyusul Rasullullah di surga. Dikisahkan bahwa ia pernah berpesan kepada Umar bin Khatab dengan ungkapan-ungkapan yang sarat nilai-nilai kezuhudan; tuturnya, “Jika kau ingin bersua dengan sahabatmu (Abu Bakar) maka kenakanlah baju bertambal, pakailah sandal bertambal, pendekkan anganmu, dan makanlah tanpa kenyang.”

2.    Unsur Luar Islam
Para orientalis Barat menyimpulkan bahwa adanya unsur luar Islam masuk ke dalam tasawuf itu disebabkan karena secara historis agama-agama tersebut telah ada sebelum Islam. Akan tetapi, kita dapat mengatakan bahwa boleh saja orang Arab terpengaruh oleh agama-agama tersebut, namun tidak secara otomatis memengaruhi kehidupan tasawuf, karena para penyusun ilmu tasawuf atau orang yang kelak menjadi sufi itu bukan berasal dari mereka. Dengan demikian, adanya unsur luar Islam yang memengaruhi tasawuf Islam itu merupakan masalah akademik bukan masalah akidah Islamiah. Karenanya boleh diterima dengan sikap yang sangat kritis dan objektif. 
a.      Unsur Masehi
Orang Arab sangat menyukai cara kependetaan, khususnya dalam hal latihan jiwa dan ibadah. Atas dasar ini tidak mengherankan jika Von Kromyer berpendapat bahwa tasawuf adalah buah dari unsur agama Nasrani yang terdapat pada zaman jahiliyah. Hal ini diperkuat pula oleh Gold Ziher yang mengatakan bahwa sikap fakir dalam Islam adalah merupakan cabang dari agama Nasrani. Selanjutnya Noldicker mengatakan bahwa pakaian wol kasar yang kelak digunakan para sufi sebagai lambang kesederanaan hidup adalah merupakan pakaian yang biasa dipakai oleh para pendeta. Sedangkan Nicholson mengatakan bahwa istilah-istilah tasawuf itu berasal dari agama Nasrani, dan bahkan ada yang berpendapat bahwa aliran tasawuf berasal dari agama Nasrani.

b.      Unsur Hindu/Budha
Antara tasawuf dan sistem kepercayaan agama Hindu dapat dilihat adanya hubungan sikap fakir, darwisy. Al-birawi mencatat bahwa ada persamaan antara cara ibadah dan mujahadah tasawuf dengan Hindu. Kemudian pula paham reinkarnasi (perpindahan roh dari satu badan ke badan yang lain), cara kelepasan dari dunia versi hindu/budha dengan persatuan diri dengan jalan mengingat Allah.
Menurut Qomar Kailani pendapat-pendapat ini terlalu ekstrim sekali karena kalau diterima bahwa ajaran tasawuf itu berasal dari Hindu/Budha berarti pada zaman nabi Muhammad telah berkembang ajaran Hindu/Budha itu ke makkah, padahal sepanjang sejarah belum ada kesimpulan seperti itu.

c.       Unsur persia
Sebenarnya antara Arab dan Persia itu sudah ada hubungan sejak lama yaitu hubungan antara bidang politik pemikiran, kemasyarakatan dan sastra. Akan tetapi belum ditemukan dalil yang kuat yang menyatakan bahwa kehidupan rohani Persia telah masuk ke tanah Arab. Yang jelas adalah kehidupan kerohanian Arab masuk ke Persia itu terjadi melalui ahli-ahli tasawuf di dunia ini. namun barang kali ada kesamaan antara istilah zuhud di Arab dengan zuhud menurut agama Manu dan Masdaq dan hakikat Muhammad menyerupai paham Harmuz (Tuhan kebaikan) dalam agama zarathustra.

d.      Unsur Yunani
Kebudayaan Yunani yaitu filsafatnya telah masuk pada dunia dimana perkembangannya dimulai pada akhir Daulah Umayah dan puncaknya pada Daulah Abbasiyah, metode berpikir filsafat Yunani ini juga telah ikut memengaruhi pola berpikir sebagian orang Islam yang ingin berhubungan dengan Tuhan. Kalau pada bagian uraian dimulai perkembangan tasawuf ini baru dalam taraf amaliyah (akhlak) dalam pengaruh filsafat Yunani ini maka uraian-uraian tentang tasawuf  itupun telah berubah menjadi tasawuf filsafat.
Apabila diperhatikan memang cara kerja dari filsafat itu adalah segala sesuatu diukur menurut akal pikiran. Tetapi dengan munculnya filsafat aliran Neo Platonis menggambarkan, bahwa hakikat yang tertinggi hanya dapat dicapai lewat yang diletakkan Allah pada hati setiap hamba setelah seseorang itu membersihkan dirinya dari pengaruh materi.

D.Manfaat Mempelajari Tasawuf
Harus diakui kebanyakan kita umat Islam seringkali menempuh cara beragama yang cenderung formal syar’i dan sekedar memenuhi tuntutan kewajiban. Artinya, kita beribadah dan beramal tidak lebih hanya sekedar gugur kewajiban sebagai seorang muslim, sehingga beragama kita cenderung kering dan nyaris kehilangan makna. Tasawuf akan membasahi keringnya nilai ibadah atau cara beragama kita dengan air kesejukan, ketentraman, kedamaian, dan kedalaman spiritual sehingga sarat dengan makna dan dapat meluruskan cara kita memandang kehidupan dunia ini.
Adapun manfaat tasawuf yang dapat diperoleh, antara lain sebagai berikut:
1.    Membersihkan hati dalam berinteraksi dengan Allah SWT.
Interaksi manusia dengan Allah dalam bentuk ibadah tidak akan mencapai sasaran jika ia lupa terhadap-Nya dan tidak disertai dengan kebersihan hati. Sementara itu, esensi tasawuf adalah tazkiyah an-nafs yang artinya membersihkan jiwa dari kotoran-kotoran. Dengan tasawuf, hati seseorang menjadi bersih sehingga dalam berinteraksi kepada Allah akan menemukan kedamaian hati dan ketenangan jiwa.

2.    Membersihkan diri dari pengaruh materi
Melalui tasawuf, kecintaan seseorang yang begitu besar terhadap materi atau urusan duniawi lainnya akan dibatasi. Memiliki harta benda itu tidak semata-mata untuk memenuhi nafsu, tetapi lebih mendekatkan diri kepada Allah.

3.    Menerangi jiwa dari kegelapan
Penyakit resah, gelisah, patah hati, cemas dan serakah dapat disembuhkan dengan ajaran agama, khususnya yang berkaitan dengan olah jiwa manusia, yaitu tasawuf dimana ketenteraman batin atau jiwa yang menjadi sasarannya.
Demikian pula sifat-sifat buruk dalam diri manusia seperti hasad, takabur, bangga diri, dan riya’ tidak dapat hilang dari diri seseorang tanpa mempelajari cara-cara menghilangkannya dari petunjuk kitab suci Al-qur’an maupun hadist melalui pendekatan tasawuf.

4.    Memperteguh dan menyuburkan keyakinan agama
Keteguhan hati tidak dapat dicapai tanpa adanya siraman jiwa. Kekuatan umat islam bukan hanya karena kekuatan fisik dan senjata, melainkan karena kekuatan mental dan spiritualnya. Keruntuhan umat islam pada masa kejayaannya bukan karena akibat musuh semata, tetapi kehidupan umat islam pada waktu itu yang dihinggapi oleh meterialisme dan mengabaikan nilai-nilai mental atau spiritual.
Banyak manusia yang tenggelam dalam menggapai kebahagiaan duniawi yang serba materi dan tidak lagi mempedulikan masalah spiritual. Pada akhirnya paham-paham tersebut membawa kehampaan jiwa dan menggoyahkan sendi-sendi keimanan. Jika amalan tasawuf diamalkan oleh seorang muslim, ia akan bertambah teguh keimanannya dalam memperjuangkan agama Islam.

5.    Mempertinggi akhlak manusia
Jika hati seseorang suci, bersih serta selalu disinari oleh ajaran-ajaran Allah dan Rasul-Nya maka akhlaknya pun baik. Hal ini sejalan dengan ajaran tasawuf yang menuntut manusia untuk menjadi muslim yang memiliki akhlak mulia dan dapat menghilangkan akhlak tercela.
Aspek moral adalah aspek yang terpenting dalam kehidupan manusia. Apabila manusia tidak memilikinya, turunlah martabatnya dari manusia menjadi binatang. Dalam akidah, jika seseorang melanggar keimanan ia akan dihukum kafir. Di dalam fiqh, apabila seseorang melanggar hokum dianggap fasik atau zindik. Adapun dalam akhlak, apabila seseorang melanggar ketentuan, maka dinilai telah berlaku tidak bermoral.
Oleh karenanya, mempelajari dan mengamalkan tasawuf sangat tepat bagi kaum muslim karena dapat mempertinggi akhlak, baik dalam kaitan interaksi antara manusia dan Tuhan (hablum minallah), maupun interaksi antara sesama manusia (hablum minannas).

KESIMPULAN

Begitu banyak definisi tentang tasawuf. Meskipun demikian kita bisa mnarik kesimpulan bahwa tasawuf adalah upaya atau jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui proses dan cara-cara tertentu agar mendapatkan kebahagian batin sehingga menghiasi diri dengan akhlakul karimah. Sedangkan orang yang bertasawuf disebut sebagai sufi.
Polemik tentang asal-usul dan sumber tasawuf  yang dikumandangkan para orientalis Barat sebaiknya tidak mempengaruhi akidah namun di anggap sebagai pengetahuan akademik semata. Kita harus yakin bahwa Tasawuf Islam itu benar-benar murni berasal dari tubuh Islam itu sendiri yang bersumber dari Alquran dan Hadis Nabi. Kita harus cermat, dan obyektif memandang suatu pengetahuan sehingga tidak terjadi salah paham yang dapat menyesatkan.
Mempelajari tasawuf memiliki banyak manfaat diantaranya di jaman modern saat ini dimana teknologi serba canggih dan materi yang melimpah ternyata justru membuat manusia mengalami penurunan spiritualisme dan lebih mementingkan dunia. Tasawuf dapat menyejukan hati, menentramkan jiwa dan menemukan makna hidup yang sesungguhnya ditengah pergumulan hidup sehari-hari.
Buah dari tasawuf adalah akhlak yang mulia dan peningkatan iman sehingga kita dapat lebih dekat dengan Allah SWT dan dapat menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhirat. 

DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir. 2012. Ilmu Tasawuf. Jakarta: Amzah
Dahlan, Tamrin. 2010. Tasawuf Irfani (Tutup Nasut Buka Luhut). Malang: UIN-Maliki Press
Hadi, Mukhtar. 2009. Memahami Ilmu Tasawuf (Sebuah Pengantar Ilmu Tasawuf). Yogyakarta: Aura
Hajjaj, Muhammad Fauqi. 2011. Tassawuf Islam dan Akhlak Cet. 1. Jakarta: Amzah
Jamil. 2013. Akhlak Tasawuf. Ciputat: Referensi
Nata, Abuddin. 2013. Akhlak tasawuf dan karakter mulia. Depok: PT RajaGrafindo Persada


0 komentar:

Post a Comment

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com