Tuesday, 14 April 2015

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

PEMBAHASAN

A.    Pancasila Sebagai Sistem

Sistem adalah suatu rangkaian keseluruhan kebulatan unsur-unsur yang mempunyai kedudukan dan peran terhadap keseluruhan dan rangkaian keseluruhan itu menjadi tempat bersatuya semua unsur, mengikat semua unsur menjadi satu sehingga rangkaian keseluruhan dan kebulatan tersebut merupakan satu keutuhan yang organis.
Pancasila dikatakan merupakan satu sistem karena kelima sila Pancasila adalah satu rangkaian keseluruhan kebulatan yang utuh. Masing-masing sila Pancasila mempunyai kedudukan dan peran dalam dalam keseluruhan dan sebaliknya pancasila sebagai keseluruhan adalah tempat bersatunya kelima sila itu dan mengikat kelima sila tersebut menjadi satu sehingga keseluruhan kebulatan pancasila itu merupakan kesatuan yang organis. Karena itu, Pancasila sebagai filsafat merupakan suatu sistem.
Susunan Pancasila dengan suatu sistem yang bulat dan utuh itu dapat dijabarkan sebagai berikut:
·         Sila 1, meliputi, mendasari dan menjiwai sila 2,3,4,5
·         Sila 2, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, dan mendasari dan menjiwai sila 3,4,5
·         Sila 3, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2, dan mendasari dan menjiwai sila 4,5
·         Sila 4, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3  dan mendasari dan menjiwai sila 5
·         Sila 5, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3,4

B.     Filsafat Pancasila
Filsafat dari bahasa Yunani “philein” yang berarti cinta dan “sophia” yang berarti kebijaksanaan, atau mencintai kebenaran/pengetahuan. Cinta dalam hal ini mempunyai arti yang seluas-luasnya yang dapat dikemukakan sebagai keinginan yang menggebu dan sungguh-sungguh terhadap sesuatu, sedangkan kebijaksanaan dapat diartikan sebagai kebenaran yang sejati. Jadi filsafat secara seerhana dapat diartikan sebagai keinginan yang sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran yang sejati.
Menurut Hasbullah Bakry filsafat ialah “ilmu yang menyelidiki  segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya  sejauh dapat dicapai akal manusia, dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu”. Filsafat Pancasila menurut Ruslan Abdulgani, bahwa pancasila merupakan filsafat negara yang lahir sebagai collectieve ideologie (cita-cita bersama) dari  seluruh bangsa Indonesia.  Dikatakan sebagai filsafat,  karena pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the founding father kita, kemudian dituangkan dalam suatu “sistem” yang tepat.

C.    Hakikat Sila-sila Pancasila

1.      Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa
Yaitu pemahaman mengenai Tuhan secara sedalam-dalamnya menurut akal budi kemanusiaan kita, sebagai pertanggungjawaban mengapa kita menghormati Tuhan, memuliakan Tuhan, memandang Tuhan sebagai Yang Teragung, Yang Maha Sempurna, Yang Maha Esa, dan sebagainya.
Pemahaman yang sedalam-dalamnya mengenai Tuhan menurut akal budi manusia adalah sebagai berikut:
a.       Causa Prima, sebab yang pertama dari segala sesuatu
b.      Pengatur tata tertib alam
c.       Asal mula segala sesuatu
d.      Yang selama-lamanya ada, tidak pernah tidak ada, dan tidak bisa tidak ada
e.       Maha Kuasa dan Maha  Sempurna sehingga juga Maha Esa, Maha Baik, dan oleh karena itu:
f.       Wajib dihormati dan ditaati.
Jadi, prinsip sila pertama Pancasila ialah suatu keharusan/tuntutan untuk bersesuaian dengan hakikat Tuhan, dalam hal ini menghormati, menaati, memuliakan, mengagungkan Tuhan, dan semacamnya.
2.      Sila kedua Kemanusiaan yang adil dan beradab
Menurut pandangan yang utuh, hakikat manusia adalah majemuk tunggal atau monopluralis. Artinya, terdiri dari unsur-unsur yang banyak jumlahnya, yang berpasang-pasangan (monodualis), dan menjadi satu. Pasangan pertama ialah senyawa kodrat monodualis: raga-jiwa, pasangan kedua ialah sifat kodrat monodualis individu-sosial, pasangan ketiga ialah kedudukan kodrat di hadapan Tuhan: makhluk Tuhan-pribadi mandiri. Raga memiliki nafsu-nafsu badaniah dan jiwa memiliki nafsu-nafsu rohaniah.
Prinsip sila kedua adalah suatu prinsip yang menghendaki/mengharuskan/menuntut untuk bersesuaian dengan hakikat manusia. Oleh karena itu, harus adil dan beradab.

3.      Sila ketiga persatuan Indonesia
Ini adalah prinsip/tuntutan untuk bersesuaian dengan hakikat satu. Hakikat satu ialah:
a.       Utuh, tak dapat dibagi, mempunyai bangun-bentuk sendiri
b.      Terpisah dari sesuatu hal yang lain, tidak menjadi bagian dari sesuatu yang lain.
Jadi, hakikat sila ketiga ialah suatu prinsip untuk tetap utuh, pantang, dan menolak untuk dipecah-belah, mempunyai kepribadian sendiri sebagai bangsa, sebagai negara senantiasa merupakan negara kesatuan yang utuh, benar-benar mandiri baik sebagai bangsa maupun negara, tidak menjadi bagian dari negara lain, tidak sub-ordinated oleh negara lain, melainkan bekerjasama atas dasar persamaan derajat dan saling menghormati.
4.      Sila keempat Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
Kerakyatan adalah prinsip/tuntutan yang menharuskan bersesuaian dengan hakikat rakyat. Hakikat rakyat artinya jumlah keseluruhan warga dalam lingkungan daerah atau negara tertentu, dalam hal ini negara Republik Indonesia. Jadi, bersesuaian dengan hakikat rakyat di sini berarti bersesuaian dengan pendapat, sikap, aspirasi, dan kepentingan seluruh warga.
Rakyat atau keseluruhan warga atau orang banyak itu ada kalanya bodoh juga, dalam arti kalau tidak hati-hati dan cukup dewasa dapat atau mudah dikuasai oleh seorang provokator. Oleh karena itu, prinsip kerakyatan ini sebaiknya dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Musyawarah dalam arti bertukar pikiran dalam menghadapi pendapat, sikap, aspirasi, dan kepentingan yang berbeda dan bermacam-macam.

5.      Sila kelima Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
“Adil” dan “tidak adil” hanya ada apabila ada hubungan hidup kemanusiaan. Setiap ada hubungan hidup pasti ada “hak” dan “kewajiban”. Adil ialah apabila hak dalam hubungan hidup itu dipenuhi oleh pihak yang berkewajiban memenuhi dalam hubungan hidup tersebut.
Ada tiga hubungan yang perlu selalu dijaga/ditegakkan keadilannya, yaitu:
1)      Hubungan antara rakyat negara dengan pemerintah negara (keadilan bertaat/keadilan legal/keadilan hukum)
2)      Hubungan antara pemerintah negara dengan rakyat negara (keadilan membagi/distributif)
3)      Hubungan antara sesama warga negara (keadilan timbal balik/keadilan komutatif).

D.    Beberapa Pemikiran Tentang Filsafat Pancasila

1.      Soediman Kartohadiprodjo
Beliau adalah guru besar Universitas Parahyangan Bandung, seorang ahli hukum khususnya hukum Adat.  Menurut Kartohadiprodjo, intisari filsafat Pancasila adalah “kekeluargaan” yang dapat dijabarkan dalam pernyataan aksiomatik “kesatuan dalam perbedaan dan perbedaan dalam kesatuan”.

2.      Drijakara
Ahli pikir sekaligus rohaniwan katolik ini berpendapat bahwa filsafat pancasila berbasis pada cinta kasih terhadap sesama. Dengan melakukan analisis eksistensi. Drijakara menyatakan bahwa keberadaan manusia tidak lain dari “ada bersama” bukan dalam bipolaritas “aku” dan di lain pihak “mengaku”. Keberadaan manusia secara eksistensial adalah ada bersama dalam “aku—engkau”. Analoginya seperti pada permainan bulu tangkis di mana akan mustahil bermain sendirian, melainkan harus berpartner bersama.

3.      Notonagoro
Pancasila secara filosofis berdasar atas sifat dasar manusia sebagai makhluk monodualis dan monopluralis. Hal ini berarti bahwa manusia sendiri sebagai basis analisis mewujudkan dirinya dalam wahana pluralisme. Manusia adalah mkhluk jasmani dan rohani; Manusia adalah mkhluk individu dan sosial; Manusia adalah mkhluk bebas dan sekaligus bergantung kepada Tuhan.
Notonagoro memunculkan teori causa untuk menelusuri asal-mula Pancasila, yakni sebuah teori Aristotelian yang mecakup empat causa:
1)      Causa materialis pancasila ialah hidup kebudayaan dan keagamaan bangsa Indonesia.
2)      Causa formalis pancasila ialah Soekarno, BPUPKI dan PPKI
3)      Causa finalis pancasila ialah peruntukkannya sebagai dasar filsafat kenegaraan.
4)      Causa efisiennya ialah proes musyawarah mufakat dalam serangkaian sidang BPUPKI dan PPKI 1945.

4.      Soekarno
Di dalam pidatonya di depan BPUPKI 1 Juni 1945 Pancasila yang diajukan oleh soekarno dimksudkan untuk menjawab pertanyaan ketua BPUPKI dr. Radjiman tentang “Apakah dasarnya negara yang akan kita bentuk?”. Soekarno menafsirkan bahwa yang dimaksudkan adalah “Philosophie Gronslaag” atau fundamen filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat, yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal abadi.

E.     Postulat Pancasila

Postulat adalah asumsi yang menjadi pangkal dalil yang dianggap benar tanpa perlu membuktikannya; anggapan dasar; aksioma.

1.      Postulat Ontologis
Ontologi adalah bidang filsafat yang menyelidiki makna yang ada (eksistensi dan keberadaan), sumber ada, jenis ada, dan hakikat ada. Secara ontologis pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui hakekat dasar dari sila-sila pancasila.
Ilmu filsafat Pancasila berdiri di atas ontologis: Tuhan itu ada, manusia itu  ada, dan benda itu ada. Manusia mempunyai  hubungan dengan ketiganya  itu, yaitu dengan Tuhan, dengan manusia (orang lain dan juga dengan dirinya sendiri), dan dengan  benda (meliputi yang anorganis, vegetatif dan animal).

2.      Postulat Epistemologis
Epistemologis atau theory of knowledge ialah cabang filsafat yang mempelajari pengetahuan manusia. Yang dipelajari ialah asal-usul pengetahuan manusia, susunan pengetahuan pancasila, metode dan validitas pengetahuan. Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya adalah suatu sistem pengetahuan. Pancasila menjadi pedoman atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa, dan negara tentang makna hidup serta  sebagai dasar untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup dan kehidupan. Pancasila dalam pengertian seperti itu telah menjadi suatu sistem cita-cita atau keyakinan-keyakinan (belief system)sehingga telah menjelma menjadi ideologi.

3.      Postulat Axiologis
Axiologis atau theory of value adalah cabang filsafat yang mempelajari sifat hakiki, kriteria, dan status metafisik nilai. Yang mengenal nilai itu hanyalah manusia. Menurut Notonagoro bahwa nilai-nilai Pancasila itu termasuk nilai kerohanian, tetapi nilai-nilai kerohanian yang mengakui nilai material dan nilai vital. Dengan demikian  nilai-nilai Pancasila yang  tergolong  nilai  kerohanian itu  juga mengandung nilai-nilai lain secara  lengkap dan  harmonis seperti nilai material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai  keindahan atau estetis, nilai kebaikan atau nilai moral, maupun nilai kesucian yang secara keseluruhan bersifat sistemik-hierarkies, dimana  sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa  menjadi basis dari semua nilai-nilai  Pancasila.

DAFTAR PUSTAKA

Sunarjo Wreksosuhardjo, Filsafat  Pancasila secara Ilmiah dan Aplikatif, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2004
Slamet Sutrisno, Filsafat dan Ideologi Pancasila, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2006
Elfa Murdiana, Bahan Ajar Pancasila: Suatu Deskripsi dalam Sistem Hukum  di Indonesia, ttp: tnp, tt
Reyhan virgirama  dan Abdar Suithon, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Jakarta: Garda Media, 2012
Edy Prihantoro, Pancasila, dalam: http://www.icrp-online.org, 22 September 2013






0 komentar:

Post a Comment

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com